Kamis, 12 Juni 2014

Contoh Kasus Penggabungan Badan Usaha



1.        Merger
Kasus 1 : Merger Bank Lippo dan Bank Niaga
Perusahaan yang melakukan Merger adalah antara Bank Lippo dengan Bank Niaga... pada tahun 2008. Ingat.. sifat dari merger adalah penggabungan antara dua perusahaan yang mana yang satu mempunyai ukuran yang relatif lebih kecil daripada yang lainya... Antara Bank Lippo dan Bank Niaga.. Keduanya bergabung untuk memperkuat posisinya di kancah persaingan global.


Mereka Menyetujui untuk menggabungkan perusahaan dengan kriteria Merger. Dari Merger kali ini Perusahaan yang relative lebih kecil ukuranya adalah Bank Lippo.. sehingga bank Lippo merelakan untuk diganti saham yang beredar dengan saham Bank Niaga...  Dengan demikian dengan harga tertentu yang telah disepakati mereka berdua.. tiap saham Bank Lippo dihargai dengan harga tertentu sehingga mendapatkan nilai yang cocok untuk dibeli oleh Bank Niaga.. Sehingga saham Bank Lippo berganti nama dengan Saham Bank Niaga..

Setelah kesepakatan keduanya.. Kedua Bank ini menyetujui untuk mengubah nama mereka after merger menjadi Bank CIMB Niaga..

Nah inilah hasil yang diharapkan dari Merger kali ini.. yaitu Leverage (Pengungkit) kekuatan kedua Bank untuk menjadi satu dengan kekuatan yang baru serta more creating value bagi CIMB Niaga. Kalau kita ingin mengetahui bagaimana kinerja mereka after (setelah) Merger, maka kita dapat menggunakan beberapa metode yang sudah umum dikalangan manajer perusahaan

  • Dinilai dengan Metode Earning perusahaan Setelah Merger. (EPS/ Earning Per Share)
  • Dihitung Market Share nya.. ini merupakan pekerjaan khusus bagi manajer pemasaran untuk menghitung perluasan pasar setelah melakukan merger
  • Menghitung Kapitalisasi Pasarnya.. atau Economic Gain nya..
Kasus 2. Bank Danamon Bank Tiara, PT Bank Duta Tbk, PT Bank Rama Tbk, PT Bank Tamara Tbk, PT Bank Nusa Nasional Tbk, PT Bank Pos Nusantara, PT Jayabank International dan PT Bank Risjad Salim Internasional.

Sejarah Bank Danamon Sebelum Merger
Danamon didirikan pada tahun 1956 dengan nama Bank Kopra Indonesia. Nama ini kemudian berubah menjadi  PT Bank Danamon Indonesia pada tahun 1976 sampai sekarang. Pada tahun 1988, Danamon menjadi bank devisa dan setahun kemudian adalah publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta

Dalam membangun dari krisis keuangan Asia pada tahun 1998, Danamon ditempatkan di bawah pengawasan Indonesia Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai Bank Take Over (BTO). Pada tahun 1999, Pemerintah Indonesia, melalui BPPN merekapitalisasi Danamon dengan Rp 32,2 triliun obligasi pemerintah. Dalam tahun yang sama (1999) PT Bank PDFCI, BTO yang lain, digabung dengan Danamon sebagai bagian dari program restrukturisasi BPPN.

Sebagai bagian dari paket merger, Danamon menerima rekapitalisasi kedua dari Pemerintah melalui injeksi modal sebesar Rp 28,9 triliun. sebagai surviving entity, Danamon muncul dari merger sebagai salah satu bank swasta terbesar di Indonesia.
MetodeEPS
EPS Bank Danamon meningkat 29,48 menjadi Rp 38,66 pada tahun 2000. Dengan melihat hasil tersebut dapat dikatakan bahwa perusahaan meningkatkan laba dari 29,48 menjadi 38,66 per lembar sahamnya. Hal ini menandai kenaikan nilai perusahaan.
Laba bersih Bank Danamon pasca merger melambung tinggi.

2.Konsolidasi
Kasus 1 :
  • BBD (Bank Bumi Daya)
  • Bank Bapindo
  • Bank Dagang Negara
  • Bank Exim
 Mereka berempat melakukan konsolidasi dan berubah menjadi Bank Mandiri. Keempat Bank tersebut mengalami kesulitan dalam mengentaskan permasalahan rumah tangga perusahaanya saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Untuk menghentikan usahanya yang selama ini mereka bangun pun merupakan hal yang sayang untuk dilakukan.. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk dapat melakukan protect terhadap kemungkinan yang terjadi akibat krisis adalah bersatu padu dengan bank yang lain dengan melakukan kerjama dalam bentuk konsolidasi. Kerjasama dalam bentuk konsolidasi ini bisa terjadi ketika sekelompok perusahaan yang mempunyai motif yang sama dalam meraih kehidupan baru bersama di masa akan datang.

Konsolidasi keempat perusahaan ini terbukti berhasil dengan membuahkan Bank Mandiri yang menjadi salah satu Bank besar di Indonesia yaitu Bank Mandiri.
Kasus 2 :

Semen Gresik Group alias PT Semen Gresik Tbk baru saja mendirikan pabrik baru Tuban IV yang beroperasi pada Mei lalu. Selain itu, tahun 2012 ini menandai Semen Gresik melebarkan sayap menjadi pemain regional. Bagaimana prospek dan target bisnisnya ke depan? Berikut wawancara jurnalis KONTAN Andri Indradie dengan Dwi Soetjipto, Direktur Utama PT Semen Gresik Tbk, Selasa (29/5) lalu.
Sepanjang sejarah, ada satu titik penting yang membuat SG (PT Semen Gresik Tbk) Group maju seperti sekarang. Saya melihat, SG Group berhasil mengajak tiga perusahaan yang pada September 1995 berkonsolidasi, yaitu SG sendiri, PT Semen Padang, dan PT Semen Tonasa.
Sebab, memang kelemahan kami di masa lalu adalah tidak adanya sinergi di grup ini. Saat saya ditunjuk sebagai direktur utama pada 2005, saya minta kepada pemerintah selaku pemegang saham agar good corporate governance (GCG) di SG Group sebagai sebuah korporasi diterapkan. Lantas, SG sebagai induk grup diberi kewenangan lebih besar untuk mengoordinasi Semen Padang dan Semen Tonasa. Saat ini SG sudah bisa mengoordinasikan semuanya.
Sebab, kelemahan selama ini ada dua hal. Pertama, masih kuatnya pemikiran-pemikiran kelompok di dalam sumber daya manusia (SDM). Jadi, ada kelompok, misalnya saya orang Padang, saya orang Tonasa, saya orang Semen Gresik, dan sebagainya. Selain itu, rasa kedaerahan juga masih kuat. Jadi, ada semacam kelompok-kelompok berdasarkan rasa kedaerahan tersebut.
Kedua, masih adanya pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan situasi semangat kedaerahan dan kepentingan kelompok tadi, sehingga grup susah bersinergi. Itu kendalanya. Kalau masing-masing punya backing-backing-an, punya back up-back up secara politis, sangat susah mengajak orang-orang itu bersinergi.
Syukurlah, kami sudah bisa membangun sinergi ini. Manakala sinergi terbangun, seperti sekarang yang juga sudah kelihatan, hasilnya luar biasa. SG sebagai grup mendapatkan hasil yang mungkin tidak pernah kami bayangkan sebelumnya. Investor pun barangkali tidak bisa membayangkan.
Dalam enam tahun, kami bisa membuat kapitalisasi pasar, yang saat itu masih Rp 10 triliun, sekarang sudah menjadi sekitar Rp 80 triliun. Dalam sejarah finansial grup, baru pertama kali ini di Tuban itu bisa dibangun pabrik baru yang 100% biayanya atau sekitar Rp 3,5 triliun berasal dari kas internal. Tidak ada sama sekali kami menarik pinjaman.
Angka itu sudah di luar komitmen kami pada pemegang saham untuk menyetor dividen. Jadi, pembangunan pabrik dari kas internal itu bisa terlaksana walaupun kami punya dividend pay-out policy sekitar 50% dari laba. Di luar itu, kami juga masih punya kekuatan kas untuk mencapai target tahun ini.
Empat pilar bisnis
Selama ini, secara garis besar, kami membuat fokus bisnis berdasarkan empat pilar yang kami jadikan arah. Pertama, capacity management. Kedua, cost management. Ketiga, revenue management. Keempat, competitive advantage atau daya saing.
Pertama, dari sisi capacity management, kami sudah menyelesaikan dua proyek besar tahun ini, yaitu selesainya proyek Tonasa Prima dan yang paling baru proyek pabrik Tuban IV yang beroperasi di bulan Mei tahun ini.
Dengan adanya tambahan pabrik baru, kapasitas produksi kami juga meningkat dari 19,8 juta ton pada tahun kemarin menjadi 22,5 juta ton tahun ini. Jadi, ada peningkatan produksi kira-kira 3 juta ton. Kalau dihitung persentase, kira-kira kenaikan 15%–20%.
Kedua, dari sisi cost management atau biaya. Kami sudah mengonversi bahan bakar dari batubara berkalori tinggi ke batubara berkalori rendah. Sehingga, akhir tahun ini, efek terhadap keuangan sudah bisa dinikmati. Kita tahu, peralihan kalori tinggi ke rendah ini akan meningkatkan efisiensi, terutama di biaya bahan bakar pada pengolahan berkaitan proses produksi. Bahan bakar merupakan komponen biaya paling besar, sekitar 30% dari total cost.
Selain peralihan kalori, kami juga akan meningkatkan penggunaan bahan bakar alternatif. Kami berharap, bahan bakar alternatif, yang penggunaannya masih di bawah 5%, tahun ini sudah bisa mencapai 10%.
Ketiga, revenue management. Dengan peningkatan kapasitas produksi dan efisiensi inilah, kami berharap ada peningkatan pula terhadap revenue. Akhir tahun ini, kami menargetkan revenue bisa meningkat 15%–20%.
Keempat, daya saing. Untuk tumbuh dan mampu menghadapi kompetisi, SG Group juga harus berdaya saing. Misalnya, tahun ini, SG Group menargetkan mampu berdaya saing dan menjadi perusahaan berkelas internasional, terutama kelas regional Asia Tenggara.
Bagian ini juga sudah masuk dalam road map kami hingga 2030. Road map ini dibagi beberapa tahapan target strategi bisnis hingga tahun 2030, lima tahun setiap tahapannya.
Masuk pasar regional
Dalam bagian road map ini ada dua hal terpenting yang bisa kami katakan terlaksana di tahun ini, yaitu SG tidak lagi hanya bermain di domestik. Tetapi, juga harus bisa bermain dalam skala bisnis regional.
Salah satunya, SG masuk ke Myanmar, entah melalui pendirian pabrik baru atau akuisisi. Tapi, sepertinya kemungkinannya mendirikan pabrik baru karena di sana, pabrik semen masih kecil-kecil dan belum ada yang punya efisiensi tinggi. Kami berharap tahun 2012-2013, SG sudah bisa masuk ke sana.
Kenapa Myanmar? Selama ini hubungan antara pemerintah Myanmar dan Indonesia sangat baik. Pemerintah Indonesia juga sudah melakukan investasi politis dalam membantu Myanmar merdeka dan berkembang.
Nah, saat ini Myanmar sudah berupaya membuka diri. Oleh karena itu, sebagai pelaku ekonomi, SG Group memanfaatkan hubungan dekat dan investasi politis pemerintah itu untuk berekspansi. Di luar Myanmar, sebenarnya ada beberapa negara lain, tetapi belum bisa saya katakan sekarang.
Selain ekspansi secara regional, di dalam road map, kami juga menargetkan dari sisi ukuran harus tumbuh jauh lebih besar, baik dari kapasitas produksi, finansial, maupun kapitalisasi pasar.
Dalam lima tahun pertama hingga 2015 ini, kami ingin mencapai kapasitas produksi semen hingga di atas 30 juta ton. Ini ekspansi secara organik. Ditambah ekspansi anorganik, kami berharap kapasitas bisa mencapai 34 juta ton atau 35 juta ton.
Langkah menaikkan produksi itu juga termasuk bagian dari strategi daya saing kami. Namun, sembari melebarkan sayap ke wilayah regional, kami juga tetap harus menjaga daya saing di tingkat pasar domestik. Sebab, kami harus mewaspadai beberapa kompetitor yang belakangan ini cukup ekspansif.
Saya kira, dua kompetitor saat ini yang perlu diwaspadai adalah Indocement dan Holcim. Holcim punya strategi yang memang sedang dikembangkan di Eropa, yaitu pengembangan di bidang hilir melalui “Solusi Rumah”. Ini semacam komoditi setelah semen.
Mewaspadai kompetitor ini bisa sampai rencana 2 tahun–3 tahun ke depan. Tetapi, kita berpikir juga jangka panjang. Perusahaan semen bernama Siam Cement sudah mengakuisisi perusahaan di Indonesia. Artinya, mereka juga akan membangun pabrik baru. Belum lagi, jika Wilmar jadi masuk ke industri semen. Aksi Wilmar ini akan lebih kami antisipasi karena dia berangkat bukan dari sebuah perusahaan pemain semen. Ini yang agak susah memprediksi karena sangat mungkin akan muncul banyak kejutan dari Wilmar.
Yang jelas, SG Group ini punya dua tuntutan. Selain harus ekspansif dalam bisnis, SG juga harus mendukung program pemerintah, khususnya mendukung sektor infrastruktur. Indonesia ini kan masih lemah infrastrukturnya. Kalau industri semen bagus, tentu infrastruktur juga bakal sukses.

3.Akuisisi


KASUS 1 : Perluasan Unilever Indonesia
Pada tanggal 3 Juli 2002, perusahaan mengadakan perjanjian dengan Texchem Resources Berhad, untuk mendirikan perusahaan baru yakni PT Technopia Lever yang bergerak di bidang distribusi, ekspor dan impor barang-barang dengan menggunakan merk dagang Domestos Nomos. Pada tanggal 7 November 2003, Texchem Resources Berhad mengadakan perjanjian jual beli saham dengan Technopia Singapore Pte. Ltd, yang dalam perjanjian tersebut Texchem Resources Berhad sepakat untuk menjual sahamnya di PT Technopia Lever kepada Technopia Singapore Pte. Ltd.
Dalam Rapat Umum Luar Biasa perusahaan pada tanggal 8 Desember 2003, perusahaan menerima persetujuan dari pemegang saham minoritasnya untuk mengakuisisi saham PT Knorr Indonesia (PT KI) dari Unilever Overseas Holdings Limited (pihak terkait). Akuisisi ini berlaku pada tanggal penandatanganan perjanjian jual beli saham antara perusahaan dan Unilever Overseas Holdings Limited pada tanggal 21 Januari 2004. Pada tanggal 30 Juli 2004, perusahaan digabung dengan PT KI. Penggabungan tersebut dilakukan dengan menggunakan metoda yang sama dengan metoda pengelompokan saham (pooling of interest). Perusahaan merupakan perusahaan yang menerima penggabungan dan setelah penggabungan tersebut PT KI tidak lagi menjadi badan hukum yang terpisah. Penggabungan ini sesuai dengan persetujuan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam suratnya No. 740/III/PMA/2004 tertanggal 9 Juli 2004.
Kasus 2 : PT. HM Sampoerna yang diakusisi oleh Philip Morris
Sampoerna tetap melakukan kegiatan operasionalnya sendiri di Pabriknya yang ada di Surabaya.. dan PM pun juga seperti itu. Tetapi Manajemen perusahaan Sampoerna dikendalikan oleh PM sebagai konsekuensi dari akuisisi yang dilakukan. PM mengganti Saham yang beredar Sampoerna dengan suatu harga dan menggantinya dengan saham PM.

Smprn dan PM
 Sampoerna Strategic Group melalui PT Sampoerna Investama resmi memiliki 85 persen saham PT Bank Dipo Internasional (Bank Dipo) yang ditandai dengan penandatanganan Akta Akuisisi pada 9 Mei 2011.
Sementara PT Pahalamas Sejahtera memiliki 15 persen saham Bank Dipo. Proses akuisisi ini telah mendapatkan persetujuan resmi dari Bank Indonesia pada 13 April 2011.

Akuisisi Bank Dipo menjadi bagian dari upaya Sampoerna Strategic Group untuk berkontribusi dalam program penyehatan bank di Indonesia, khususnya memperkuat struktur permodalan bank.

"Kami berharap dengan akuisisi ini, Bank Dipo dapat terus dikembangkan menjadi bank yang sehat, dengan struktur permodalan yang kuat sehingga dapat menjadi salah satu pemain terdepan di segmen mikro dan kecil," ujar CEO Sampoerna Strategic, Michael Sampoerna, dalam keterangan tertulisnya kepada okezone, Selasa (10/5/2011).
Menurutnya, akuisisi ini meningkatkan pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG), mendukung pengelolaan Bank Dipo secara profesional dan independen dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian.

Selain itu, penerapan manajemen risiko dan kepatuhan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku akan menjadi acuan pengembangan Bank Dipo, di samping memperkaya portofolio bisnis Bank Dipo melalui segmen mikro dan kecil.

Pihaknya pun berharap bisa menjangkau masyarakat kecil di Indonesia lebih luas lagi dengan layanan-layanan perbankan dan pengelolaan sistem perbankan yang sehat.

Adapun rencana pengembangan Bank Dipo akan diperkaya dengan layanan syariah yang saat ini sedang dikaji dan dipelajari secara seksama, mengingat adanya kesamaan filosofi antara bisnis mikro dan UKM dengan bisnis syariah yang mengedepankan prinsip kemitraan dan pemberdayaan.

Pemberdayaan masyarakat kecil sendiri selalu menjadi fokus Sampoerna Strategic Group, di mana dukungan dari para pemangku kepentingan menjadi hal utama guna merealisasikan komitmen Sampoerna Strategic Group untuk berkontribusi dalam memajukan perbankan nasional serta pengembangan sektor mikro dan UKM di Indonesia.

Dengan diakuisisinya Bank Dipo yang fokus bisnisnya di segmen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), diharapkan aspirasi tersebut dapat terus ditingkatkan dengan menyediakan akses finansial kepada masyarakat yang unbanked dan sekaligus
memberdayakan mereka untuk menjadi pengusaha yang lebih sukses.



1 komentar: